Mungkin ada dari anda sekalian, yang tidak terlalu menggemari sepak bola. Sehingga tak familiar pula dengan ketiga nama diatas. Sebagai gambaran singkat, ketiganya berasal dari negara, tradisi, dan latar belakang sepak bola yang berbeda. Ralf Rangnick, nama yang pertama, adalah orang Jerman, 52 tahun, berkacamata dan murah senyum. Ia besar sebagai pelatih tim papan atas di
Bundesliga kompetisi utama liga Jerman. Kenny Dalglish, 60 tahun, adalah pria Skotlandia yang melegenda di Liverpool, penyerang andal pada era 70an, dan dicintai oleh para penggemar. Vincenzo Montella, 36 tahun, juga bekas penyerang.
Italiano ini besar di klub AS Roma, walaupun sebenarnya dibesarkan di akademi Sampdoria saat muda.
Ketiganya kini menjabat sebagai pelatih, di klubnya masing-masing. Rangnick di Schalke, Dalglish di Liverpool, dan Montella di Roma. Dalglish dan Montella memiliki kesamaan dalam hal posisi bermain di masa lalu, juga melatih untuk klub yang membesarkan mereka, tak berbeda jauh dengan yang dialami Josep Guardiola sekarang di Barcelona. Lalu apa istimewanya? dan mengapa saya harus membuat catatan tentang ketiga orang ini?.
Mari kita mulai...
Sepakbola di masa modern, menuntut banyak hal. Salah satunya prestasi berupa kemenangan di kompetisi liga atau kejuaraan lain tingkat domestik, regional, bahkan internasional. Jika gagal meraih prestasi dalam cakupan tertentu, tekanan muncul dari manajemen klub dan tak jarang pula suporter, terhadap sebuah tim. Secara singkat, mereka membutuhkan sosok untuk disalahkan, dan kemudian dilengserkan dengan alasan ingin meraih prestasi yang lebih baik.
Ketiga pelatih diatas, tidaklah dalam ancaman pemecatan. Sebaliknya merekalah sosok andalan yang diharapkan oleh manajemen klub masing-masing untuk mengganti para pelatih di rezim sebelumnya. kesamaannya(lagi) mereka hadir di pertengahan musim...
Rangnick menggantikan posisi Felix Magath di Schalke 04. hanya beberapa bulan setelah ia mengundurkan diri dari klub sebelumnya TSV Hoffenheim. Sebelum Rangnick mengambil alih kendali tim, Schalke berada di papan bawah klasemen Bundesliga, dan memainkan sepakbola membosankan. Situasi kamar ganti klub pun digambarkan mengalami situasi yang tidak mengenakkan. "Tidaklah nyaman untuk bermain di lapangan, dengan pelatih yang bertangan besi" begitulah gambaran salah seorang pemain Schalke Jefferson Farfan di pertengahan musim tepat sebelum Magath dipecat oleh manajemen Schalke.
Entah tuah macam apa yang ada di tangan dier trainer Rangnick ini, semenjak ia kembali ke dalam klub situasi berubah. Para pemain nampak bebas di lapangan, Schalke naik ke papan tengah klasemen menjelang akhir musim, dan kini menantang Manchester United di seminal LCE. Ya, Rangnick kembali dalam The Royal Blues, yang hampir dibawanya menjuarai liga di penghujung musim 2005/2006. Dirinyalah yang menemukan kiper junior bernama Manuel Neuer, dan rela bersitegang dengan kiper utama dan kapten tim Frank Rost demi menurunkannya di tiga laga terakhir liga musim itu. Kini, Neuer adalah penjaga gawang utama, baik Schalke dan timnas Jerman. Ban kapten pun melingkar di lengan kirinya semenjak dua musim terakhir.
Rangnick mungkin tak hanya pandai meracik tim dalam formasi terbaik. Ia berhasil mengeluarkan performa utama dari beberapa pemain di timnya. Selain Neuer, masih ada para bek cemerlang dalam Christoph Metzelder, Atsuso Uchida, dan Joel Matip. Gelandang energik Farfan, Eduardo da Silva, serta ujung tombak gaek yang ikonik, Raul. Jangan heran apabila banyak pemerhati sepakbola yang menantikan bentuk Schalke di musim yang akan datang di bawah arahan Ragnick.
Di pesisir barat Inggris, sebuah klub klasik bernama Liverpool, membutuhkan bantuan. Berada di luar posisi 10 besar di klasemen liga primer. Juga mengalami sederet kegagalan di piala FA dan piala Liga. Roy Hodgson adalah nama kakek yang disalahkan oleh banyak pihak, utamanya para suporter, dalam kemalangan ini. Posisinya goyah dan akhirnya pihak pengelola dan dewan klub menggantinya dengan seorang legenda. Dalglish. Keputusan ini disambut oleh banyak pihak dengan kegembiraan, tak kecuali Dalglish sendiri. "Ini(penunjukan sebagai manajer Liverpool) adalah sesuatu yang membangkitkan kembali gairah saya setelah 20 tahun lalu(saat terakhir kali melatih sebuah klub)." ucapnya di suatu kesempatan.
Dari sekedar tim yang dianggap telah berubah menjadi sekedar tim semenjana di liga, Dalglish memiliki rekor menakjubkan semenjak menangani tim. Hingga awal bulan Mei 2011, saat tulisan ini dibuat, Dalglish hanya memiliki catatan kekalahan sebanyak 3 kali di segala kompetisi semenjak ia bergabung. Membawa Liverpool kembali ke papan atas liga, dan merekrut dua nama besar dalam bursa transfer Januari. Luis Suarez, dan Andrew Carrol. Kehilangan kapten dan pemimpin ruang ganti Steven Gerrard hingga akhir musim tak menyurutkan tren bagus yang ia bawa. Untuk menggantikannya, duet Lucas dan Raul Meireles untuk sementara mampu menjadi dinamo pengganti yang bahkan membuat pendukung sejenak melupakan Gerrard.
"Dia (Dalglish), memabawa kepercayaan diri dan senyuman di wajah para pemain dan setiap orang di kamar ganti." komentar singkat yang menyenangkan dari bek sayap Liverpool dan Timnas Inggris Glenn Johnson.
Dalglish adalah pelatih terakhir yang membawa Liverpool menjuarai liga tertinggi Inggris lebih dari 20 tahun lalu. Pesonanya membawa ketentraman, tak hanya bagi Johnson, namun juga pemain, dan tentunya Liverpudlian di seluruh dunia.
"Saya mengakui hal ini sebagai kesalahan saya, dan dengan ini saya menyatakan akan pergi sesegera mungkin". Tahun baru 2011 mungkin disambut meriah di penjuru kota Roma, namun ada satu orang diantara jutaan penduduk kota itu yang tidak merasakan hal yang sama. Claudio Ranieri. Ia adalah orang di balik kendali kepelatihan tim utama AS Roma dalam tiga tahun terakhir dan terancam diberhentikan karena datangnya kekalahan telak beruntun di kompetisi Serie A. Ia nampak legawa dan (terpaksa)menyalahkan dirinya sendiri atas hasil buruk tersebut. Padahal bagi yang memaklumi, kondisi tim juga dalam kondisi keuangan yang labil, pemain andalan bergantian cedera, dan bahkan dimaki secara simultan oleh pendukungnya sendiri di tempat latihan. Tentu saja, dengan tekanan macam ini, Ranieri merasa ciut. Lalu mengapa Montella dipilih?
Singkat cerita Montella adalah pelatih dim junior dan primavera Roma, sebelum akhirnya melatih tim utama yang bahkan terdiri dari pemain yang pernah bermain bersamanya di lapangan beberapa musim silam, Fransesco Tottti salah satunya. Rekor yang ia torehkan pun tidak bagus-bagus amat di liga. dari 10 pertandingan awal, Emapt kali sudah timnya mengalami kekalahan dan tiga kali imbang. Namun, dukungan datang dari manajemen dan pemilik baru klub, Thomas DiBernedetto.
Nilai yang dapat diambil dari ketiga manajemen klub yang memutuskan menggunakan jasa mereka, murni perkara kedekatan secara psikologis. Mental pemain dalam tim harus dibantu oleh sosok yang mengerti benar dan pernah setidaknya menorehkan prestasi luar biasa dalam klub. Sehingga, ia pun menjadi anutan dalam tim. Manajer atau Pelatih utama adalah sosok yang harusnya tahu betul kualitas, fasilitas, dan mentalitas tim. Bukan hanya menggerakkan tim untuk mencari kepentingan dan obsesi pribadi. ya semoga pemimpin PSSI yang baru dapat membawa timnas kita terbang tinggi. wassalam.
*ditulis sembari memanajeri tim championship division Inggris, Barnsley. tentunya di gim Footbal Manager